CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Minggu, 23 November 2008

di batas keterasingan

: e. m.

Frankfurt, dua puluh jam yang lalu
telah kaulukiskan sosok ayah
yang kutahu, darinya kaucoba melepas belenggu.
Namun aku hanya ingin menyelam di matamu,
di perasaan, di balik senyum dan tawa itu.

Dan jumpa kita yang paling jingga
adalah seribu tahun
yang dihitung dengan sunyi abad-abad.
Maka mulai kususun bangunan duka
di antara cerita kita.

Kau bilang kau akan baca puisi-puisiku
Mengapa tak jadi juga?
Esok tak akan menjanji kita buat bersama

Namun sesingkat apa pun, biru samudera
akan menasbihkan debur ombak jadi kenangan.
Sesingkat apa pun, interval musim hujan
akan mendendam rindu yang angkuh
di batas keterasingan.

//krapyak, nopember 2008

sebelum perpisahan

:Olga Isakova

demi hamparan rumput yang tersiangi mentari musim semi, bunga-bunga dandelion, juga kekicauan merdu, kita tak pernah peduli akan hari esok di mana aku dan kau akan terpisah ratusan ribu mil. sebab telah kau ceritakan berpenggal kisah tentang persahabatan yang cuma mimpi indah. tidakkah kau ingin terbangun dan menatap kenyataan: gugur dedaun tahun lalu, selara yang mewarna terang perlahan jatuh sebelum angin menyapu tanah. betapa semua itu akan berlalu dan lekang jadi kenangan. tidak. tidak. aku ingin menyulam mimpi baru dan entah kapan kita kembali bisa bertemu.

aku pernah berloncatan di atas trampolin. ketika salju melayang-layang tanpa suara, hanya dingin, beku serupa catatan-catatan sejarah. tapi sedingin itukah rona rasamu? kadang kenangan akan membara meski sejatinya gigil, sebab tak pernah kau luapkan apa yang tenggelam di palung hatimu.

itulah sebabnya menaruh hati padamu adalah membaca kiasan pada bintang-bintang di langit kelabu. aku ingin runduk di segala doa, sibuk di tiap istirah, menggelora pada kelana hingga kubiarkan memori tertinggal bersama debu di bangku-bangku ruang tunggu.

itulah sebabnya aku tak ingin mencintai, sebab esok tiada kisah yang kauceritakan lagi.

//Krapyak, Oktober 2008

Kamis, 28 Agustus 2008

sajak buat temanku yang tak jadi baca sajak

(i)

kita mestinya baca sajak malam itu
bersama-sama
dengan gelegar yang kuharap meruntuhkan nyali
dengan semangat bervoltase tinggi

tapi kau pergi

pergi, karena penonton bubar duluan
pergi sebab kaupikir sudah larut malam
(padahal malam takkan berakhir sebelum kokok jago bersahutan dan penonton bukan cuma manusia yang bertepuk dan ber-huuuu ria. tentu kau tahu alam lebih jujur, jangkerik dan gemerisik dedaun, mungkin angin malam, akan diam.
mengikutimu dari batas-batas suara)

kesal aku sekesalnya padamu
bak api yang telah kau siapkan kayu bakarnya
lalu kau padamkan sebelum jadi bara
atau barangkali kau ragu akan makna
pada keindahan kata yang kau terjebak di dalamnya
itu sebabnya tak pernah kau tunjukkan karya-karya
padaku


(ii)

kita mestinya baca sajak malam itu
kau tahu,
di setiap debar-debar tunggu kita hanyalah pemenang
yang akan dipanggil namanya ke pentas
sementara orang-orang maju tanpa peduli
kau dan aku, kita menanti

maka kuperkosa kertas dengan amuk ini puisi!


//krapyak, agustus 2008

titik

: buat jarot waskito

mengapa kau benci kalimat yang tak usai?
sedangkan luap rindu mungkin saja
menghabiskan kata-kata

atau mungkin kau ingin mempertegas segala, dari amsal
kapal-kapal kertas yang terombang-ambing
arus sungai
kau ingin menancapkan tombak
di tengah lapang tanah
lalu bilang sekerasnya, “hei angin!
hei setan!
hei tuhan!”

ah, mestinya kau lebih sering sembahyang
biar tambah seru perdebatan kita

tapi kau lupa, rot
selalu ada makna dari sebab dan peristiwa
tangis bukanlah senang dan sedih saja
pun orang-orang menuliskan pujian pada obituari
kita, melantangkan suara tentang apa yang tak dimengerti

aku mencintai sajak-sajak hanya sekedarnya
dan ini rahasia, rot
: tak ada yang lebih tahu ketimbang pemegang pena


// krapyak, agustus 2008

Sabtu, 28 Juni 2008

tentang surat dari Idham

Idham wrote [06/27/2008 11:15 pm]:

Kepulanganmu, sudah tinggal menghitung hari. Readaptasi sudah harus kau persiapkan. Ingat bahwa readaptasi akan lebih susah dibanding adaptasi. Karena pada readaptasi, orang telah melihat dan tahu siapa kamu sebelumnya. Sehingga kadang-kadang orang menuntut Aufa yang sama seperti dulu ia kenal.

Namun saya yakin bahwa Aufa bisa mengatasinya dengan baik. Baiklah, sampai jumpa nanti di pondok.

Can't wait to have your hands on taking care of your friends.

Can't wait to have your contribution on your ALMA.

Be enlightening revolutionary for ALMA, ISLAM n INDONESIA!



Aufannuha wrote [06/28/2008 08:22 am]:

Segalanya berubah, Dham. Kalau orang-orang menuntut aku jadi "aku" yang dulu, mungkin keadaannya akan lebih buruk dari sekarang. Masalahnya, dulu, kalau benar-benar diperhatikan, aku bukan termasuk siswa yg rajin, selalu terlambat, ga' pernah ngerjain pr, ga' pernah nyuci baju, utangan, klowor, suka mbentak guru, ngrokokan, amburadul, berontak sama aturan.....

Dan, kalau aku tetap jadi "aku" yang dulu, mungkin orang-orang akan berpikir: "Piye tho? Seko Amerika malah kelakuane isih koyo mbiyen....".

Di satu sisi, I like the way I was (and I know I want to be that way), but if it has to be done, there's burden that I have: my AFS, the understanding of the people about what I've done. It's not that simple for me.

Jalan pikiranku juga berubah. Dulu, aku berada di antara konservatif dan moderat. Sekarang, aku beralih di antara moderat dan liberal. Dham, semuanya berubah. Tapi aku masih mau jadi "aku" yang dulu.

Sometimes I don't give a crap what people think about me, Dham. I am what I wanna be, not because of him, or her, or anybody. Cowards do that and they're not me. I'm better than them!

Dham, aku kangen kamu....

Selasa, 24 Juni 2008

aku kangen

Aku kangen teman-teman, Silah sama Ipul, masih ingat dulu kita sering banget ngerokok bareng di lantai lima asrama.

Aku kangen Pak Nur, Pak Mukhlisin, Idham, dan Pak Suryono yang dulu pernah ta' bentak-bentak di kelas.

Aku kangen mie jowo buatan Mbok Yem, es soda gembira di burjo tengah, gorengan di warung angkringnya Kang Agus, juga nasi kering tempe yang tiap pagi aku selalu utang.

Aku kangen Malioboro, Parang Tritis, Pojok Benteng Kulon, Kandang Menjangan, kuburan dekat lapangan krapyak yang biasanya dibuat pacaran sama santri-santri.

Aku kangen alma.com, rental dekat perempatan itu yang biasanya aku mangkal buat mbikin buletin "HEART", curhat masalah cewek sama Bang Arip, ngerjain Kobon, nggodain Syukron yang katanya mau mbikin buku, hadiah buat pacarnya tapi ga' jadi-jadi.

Aku kangen LKiS, buletin CORET di mana dulu sering nongkrong bareng anak-anak lain SMA buat diskusi masalah buku, cerpen dan puisi. Kangen Mas Najib Kailani yang selalu menyapa dengan pertanyaan bodohnya: “Gimana Fa? Suci apa Silvy?”

Aku kangen bacaan-bacaanku: Catatan Pinggir 1, 2, 3, 4, 5, 6, cerpen-cerpennya Seno Gumira Adjidarma, puisi-puisinya Iyut Fitra, Sutardji Calzoum Bachri, Al-Adzkar, Tafsir Jalalain, Bulughul Marom.

Tapi aku kok ga’ kangen Bapak-Ibu ya?


*(tulisan ini dibikin Juni 2008, Ohio, Amerika Serikat)

for Mrs. Wrobleski

Teaching is not only a job. But more than that, teaching is also called a process of knowing, understanding, and relationship between teacher and student. So when you are actually graduated, you cannot say: “He/she was my teacher”. You suppose to say: “He/she is my teacher”. Because no matter what happens, the Teacher has educated you for being a better person. And what honors we give to him/her after graduation? None of them! So, once a teacher is always be a teacher.

In Indonesia, we respect teacher so much. After class, we kiss the teacher’s hand (but of course boys cannot kiss woman teacher’s hand). At the holiday (Idul Fitr), we visit them in their home, give them greetings, and pray that they will always be okay, and so on.

I want to thank you to Mrs. Wrobleski. At the first time I came here and got the appendix, she sent a big green paper says: You’re “A”-mazing. The other friend in her government class wrote whishes so I could get back to school. Indeed, it was so touchy.

But unfortunately, I had to switch my Government class to other class because of little bit problem. So right now, I am not in her Government class anymore.

She is still my teacher, and always be my teacher. She even asked me to do a presentation about my country in her History class for freshman students in the middle of February. With this presentation, I hope that I can explain a lot of things because she said that most of students in U.S. don’t know anything about another country.

Thank you Mrs. Wrobleski….

kepada angkatanku

:anakanaksenja
serupa katakata
seorang saja,
takkan mampu membasuh luka masa
di antara bulir padi dan esok hari
hasratmu (yang katanya) mencari jati diri
mengapa, o, demi rerimbun mawar dan kuncup melati
merah darah dan putih yang suci
tiba kau pergi lama kembali?

“aku juga rindu sesimpang jalan di kotaku
tapi ada soalnya,
barangkali kepergian hanyalah awal mula”

dan tiadakah musim semi
akhir yang dekat
gugur dedaun, rerintik salju
cermin yang juga terpasang di dinding hatimu
bayang-bayang sepintas dan berlalu
: seperti catatancatatan
seperti baik dan buruk kenangan
seperti yang tak mati dalam memori
-lalu kau putar lagi, perlahan-

maka kita pun mendekap harap
mengais asa, juga alasan
di mana senyum dan tawa, senja sembilan kita
sebentar lagi berlabuh di keharuan
menuntaskan lapuk jarak dan rindu akanmu
namun perjalanan berakhir….

dan tak pernah sia-sia
sebab di penghujung musim semi
sesuatu berlalu dan memula

16 Maret 2008

Kamis, 28 Februari 2008

hujan

Ini puisi yang kubikin waktu masih duduk di kelas 2 MTs. Meski cuma sederhana saja, dengan pilihan diksi dan makna yang masih amburadul, tapi waktu itu aku cukup bangga, soalnya dimuat di mading asrama dan dibaca seluruh santri:

gerimismu datang lebih dulu
derasmu mengeluncak di malamku
menyapa anginmu dalam diri
kau di sini sesaat saja memberi

dan dalam dadaku tergnang olehmu
aku dingin membeku
tunggu mungkin waktu 'kan berubah
tlah terjaga darimu dalam rumah

....................(lupa barisnya)................
....................(lupa barisnya)................
pandangi kau di luar sana
menunggu reda yang mesti tiba

kang santri bicara jihad

Wah, Kang Santri tak pernah merasa sekalut dan sebimbang sekarang ini. Beberapa minggu terakhir ini kelas American Government belajar tentang teroris. Yah, tentunya dengan prespektif Amerika sendiri. Diskusi-diskusi yang Kang Santri dan teman-temannya lakukan berdasar pada artikel-artikel koran lokal pasca kejadian 9/11. Kebetulan kelompok Kang Santri dapat bagian "Apa yang mengubah beberapa pemeluk agama Islam menjadi teroris?".

Sedikit banyak, memang, Kang Santri mampu mengikuti diskusi itu dengan baik. Terlebih lagi dengan prespektifnya sebagai seorang muslim, tentu ia bisa memberi pengertian bagi mereka lewat sudut pandang Islam sendiri. Kang Santri beranggapan bahwa terjadi kesalahpahaman bagi sebagian orang dalam memaknai "jihad" yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Tapi, dasar sok kritis, atau Kang Santri ini memang ingin tahu lebih banyak tentang masalah ini (tentu lewat sudut pandang Amerika), ia mendatangi Mrs. Balle, sang Guru, dan mengajaknya "janjian" sepulang sekolah untuk ngobrol ringan saja. Jadilah mereka bertemu di ruang kelas. Pertama-tama, Kang Santri tanya kenapa Amerika ga’ mau ada negara lain yang lagi yang punya nuklir? Mrs. Balle menjawab, karena semakin banyak negara yang punya nuklir, mereka makin susah terkontrol. Kang Santri berpikir, berarti kalau negara-negara lain ga’ punya nuklir, suatu saat pasti negara-negara yang punya nuklir bakal "mengontrol" negara-negara tanpa nuklir. Tapi, Kang Santri tak mengucapkan kata-kata itu, sebab sadar memang itu cara yang paling baik untuk menjaga perdamaian saat ini.

Kemudian Kang Santri menjelaskan kenapa kok ada saja orang-orang yang disebut teroris itu. "Bu, andaikata Qur’an itu semangkuk sup," kata Kang Santri, "orang-orang yang melakukan aksi terorisme itu hanya makan cabenya saja. Lagipula, tak selamanya teroris adalah "teroris". Contohnya, orang-orang yang melakukan aksi kekerasan di Palestina sana sebenarnya tak layak disebut teroris. Mereka berperang demi lahan mereka, sebuah sikap defensif, di mana sesuatu yang disebut jihad berlangsung."

"Tapi justru itulah masalahnya, Kang," Mrs. Balle memberi komentar. "Jaringan terorisme di Afghanistan yang menyaksikan itu semua menyerang WTC, dengan maksud menghentikan support Amerika atas Israel."

"Kenapa Amerika menyuport Israel?" tanya Kang Santri.

"Karena Israel ingin mendirikan demokrasi di sana," jawab Mrs. Bale.

"Demokrasi? Demokrasi macam apa yang mengizinkan tentara membunuh anak kecil?" sahut Kang Santri. Ia mengucapkan kata-kata itu pelan saja. Namun maksudnya jelas: ia tak sependapat dengan Mrs. Balle.

"Well, di Amerika ini, Kang, banyak orang-orang Yahudi, beberapa dari mereka mempunyai kekuasaan untuk mendesak pemerintah agar menuruti apa yang mereka mau," kata Mrs. Balle.

"Hmm, Yahudi lagi," pikir Kang Santri. Ia jadi ingat Jacobo Timmerman, seorang jurnalis keturunan Yahudi yang pasca kejadian holocaust itu berbicara kepada publik tentang ketidak-adilan yang dialami kaumnya. Ia berbicara, dengan banyak pro dan kontra yang mewarnai tiap langkah karirnya. Apalagi koran yang dipimpinnya, La Opinion, berhaluan kiri. Ia kemudian ditahan oleh militer, disiksa dengan bertubi pukulan dan setruman listrik.

Tapi kemudian ia bebas, dan memperoleh penghargaan pada tahun 1980 atas keberaniannya dalam mengemukakan pendapat. Kang Santri tak tahu apa yang akan Timmerman pikirkan sekarang, jika ia melihat masalah yang lebih kompleks dari sebelumnya.

Awalnya, mungkin banyak orang bertanya-tanya kenapa aksi-aksi terorisme dan sebagainya itu harus terjadi? Kenapa tiap orang tidak berusaha untuk menghargai daerah teritorial atau kebudayaan bangsa lain? Sebenarnya, ketegangan yang terjadi antara Palestina dan Israel, atau Amerika dan "Terorisme" ini sudah berlangsung sejak lama. Namun pemicu konflik itu baru terjadi beberapa tahun ini, yang mengakibatkan kedua belah pihak saling balas menyerang. Seperti kasus di Ambon, yang dalam versi fiksi Ratih Kumala dalam novelnya yang berjudul “Genesis”, kaum Acang baru menyerang Obet ketika mereka menemukan puluhan tempe berbungkus lembaran Qur’an.

Sebelum Kang Santri bertemu Mrs. Balle di sekolah, ia bertemu Nick. Nick adalah cucu dari keluarga angkat tempat Kang Santri tinggal sekarang ini. Pertama kali bertemu Nick, Kang Santri langsung disudutkan dengan pertanyaan-pertanyaan "kenapa kalau dijilat anjing itu harus dibilas tujuh kali?" atau "kenapa ada bom bunuh diri?". Mulanya Kang Santri gugup, dan sedikit senewen dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Tapi, ketika Kang Santri berusaha menjawab pertanyaan itu satu persatu dengan bahasa yang sopan, Nick mulai mengerti dan memaklumi. Belakangan mereka berdua janji main lempar-tangkap football.

Dan begitulah, dalam lingkar sosial yang kecil, pemahaman akan sesuatu yang lain, agama misalnya, dapat diberikan tergantung bagaimana kita menyampaikannya. Agama itu sesuatu yang baik, dan kekerasan adalah sesuatu yang buruk. Sebenarnya pula, kalau boleh dikata, tak ada Muslim yang lebih baik dari seorang Kristen, juga tak ada seorang Kristen yang lebih baik dari seorang Muslim. Orang-orang yang lebih baik adalah orang-orang yang melakukan hal-hal baik untuk diri mereka sendiri dan orang lain.

Pernah lihat film "Robin Hood: Prince of Thieves"? Suatu kali, seorang gadis kecil menghampiri Azeem, teman Robin Hood yang berasal dari Afrika.

"Apa Tuhan mengecat tubuhmu?" kata gadis kecil itu.

"Ya, teman kecilku."

"Mengapa Dia melakukannya?"

"Karena Tuhan menyukai perbedaan."

Si Gadis kecil itu pun berlalu.

//Ohio, 2007

ibu

Tuhan,
aku tak hapal doadoa
Tapi tolong berikan
setangkup saja rahmatMu untuknya
Semoga airmata dari sepucuk rindu
menghanyutkan sajak ini padaMu
Amin....

//Ohio, September 2007

guguran rindu

aku ingin mencatat tiap waktu berlalu
bersama angin, nafas malam ini
sementara daunan di gugur musim
berbisik tentang luka, perih
yang menakik merah katakata

apalagi yang tersisa,
hanya serindu namun sajaksajak
minta ditulis segera. padahal tahu
di luar sana seribu tanya ingin lekas terbalas
laksaan tekateki menuntut arti
menertawakan kangenmu juga dzikirdzikir sunyi

esok, kini
kering air mata
bisu merakit makna
beri aku bahasa untuk berkata!

Nov, 07

sebelum lelap

seperti gumam yang lirih
kau bisikkan cinta itu
di malam yang makin hilang batas
dan kau tahu
bukanlah aku yang memulai percik api
hanya senandung, lagu
pengantarku ke indah mimpi

pada jendela kamarku

Selara,
Sisa musim lalu
dihempas angin desember
Aku yang ingin tahu
kemana rindu mau bertengger

Pada malam,
Salju yang merintik
mengeluncak di sepertigamu
Adakah kesia-siaan
mengisahkanmu berbagai duka
akan waktu, masa
Cawan yang lalu kau alirkan cerita-cerita

Di jendela kamarku, agaknya
Seperti mengais guratan tanya
Dan kantuk yang tak datang juga
: Aku ingin tidur tapi tak bisa….

Desember, 2007