CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Selasa, 17 Maret 2009

sajak rindu

Luka yang paling dalam
bukanlah mata pisau yang tenggelam
nyeruak ke sulbimu
namun lebih kepada waktu
yang kuhabiskan tanpa hadirmu

Maka aku memanggilmu
Serindu Ibrahim yang menyeru
cacahan burung dari empat penjuru
Semoksa sunyi belantara doa
di malam-malam buta
Seperti tak bosan-bosan lautan
mengirim debur ombak ke tepian

Lalu cinta menerjemahkan rasa
jadi ini kata-kata

//maret 2009

Selasa, 03 Maret 2009

mimpi

ada yang menelisik dusta di punggungmu, mengkhianati
membisik ragu pada terang nurani.
hingga buta, hingga dalam jagamu kau
mau tetap bermimpi. begitukah?
luka meredup duka,
lewat tayangan televisi kita
mencari pasti darimana kata-kata sampai ke akar berita.
itulah, maka topeng adalah wajahmu
yang kupuji lewat puisi dan lagu-lagu.
atau kesementaraan segala membuatmu merasa
fana adalah abadi yang muncak dalam sekali klimaks.
pernah, sekali waktu, dulu
kita melompati angan-angan dan bicara masa depan.
bagaimana kau menjadi seseorang dan moksa pada ideologi.
namun kau, pun aku, mati dibunuh hari-hari
: orang-orang berjalan pada sumbu x dan y
kemudian keluarga dan kerja dan slip gaji adalah kehidupan
sementara seniman-seniman mengkurva, menyendiri.
jadi baiknya kita mesti bermimpi
sekali lagi, mengekalkan khayalan
ketimbang menyaksi anjing-anjing mati di pinggir jalan.
kita mesti bermimpi, meski
ada saatnya malam ditikam pagi berkali-kali.

//februari 2009

aku ingin berhenti nulis puisi

makanya aku ingin berhenti nulis puisi
sebab serupa karang, yang tak nyerap air laut
aku ragu di mana kata-kata mau berpaut
pada gelisah kah?
atau patah
di lembar-lembar buku terbuka
tak habis juga dibaca-baca
dan sampai situ, petualangan puisiku

tak mungkin jauh dibawa air mata, dideklamasi
pada tiap-tiap jiwa yang diharap mengubah apa
atau sekedar mereda duka,
tak bisa menghenti seribu lebih yang
terbaring abadi, yang cabik-cabik hati sementara
satu dentuman lagi bergelegar beberapa senti

anjing! jadi baiknya diam saja
dalam doa bisik-bisik lirih malam hari
tanpa koar yang memecah sunyi, tapi masih
kita nikmati sapa mentari dan sarapan pagi
sebab syukur adalah dosa
‘tika sadar gerimis api, tangis darah di sana
takkan sampai kemari

jadi mungkin baiknya diam saja
sebab kata-kata bukan benar senjata!

//januari, 2009

intermezo buat sachree m. daroini

karena aku mencintai kata-kata
maka keindahan adalah surgaku

terkadang lupa
harus ada yang dicatat dari nama dan peristiwa
di lembar-lembar al-adzkar
kita selipkan beribu memori, juga kelakar

dan pada ranah-ranah cerita
kau memberi makna dari bahasa yang berbeda
: kisah cinta
gelisah rindu
serpihan-serpihan yang bertebar di batas cakrawala

//oktober 2008